Ringkasan Fenomena Gambar Gunung Kembar, Beban dalam Pola Gunung Kembar dan Gambar Gunung Kembar

Ringkasan Fenomena Gambar Gunung Kembar, Beban dalam Pola Gunung Kembar dan Gambar Gunung Kembar
            Pola gambar gunung kembar, selalu muncul dalam gambar buatan anak-anak di manapun anak-anak itu tinggal. Ada sesuatu yang jelas menjadi penanda munculnya gambar pola gunung kembar, yaitu ketika anak-anak mulai berhubungan dengan orang lain di luar keluarganya. Terutama ketika anak-anak mulai memasuki dunia sekolah: Taman Kanak-kanak (TK), berlanjut ke tingkat Sekolah Dasar (SD), bahkan hingga sekolah menengah (SMP dan SMA). Anak-anak biasanya menggambar gunung kembar dengan pola gambar menyisakan dua ruang bidang gambar yang penggarapannya bisa melelahkan. Antara gunung dengan penggambar ada 'jarak' yang amat luas, amat jauh, memaksa penggambar harus bersusah payah mengisikan banyak objek dalam dua bagian lahan tadi. Setelah menempatkan jalan lurus atau berkelok maka selanjutnya mengisi bidang kiri dengan gambar petak-petak sawah atau tegalan yang berpohon jarang, dan sebelah kanan dengan ruang berair sejenis danau atau laut. Pola ini bisa juga memaksa penggambar untuk mengisi bagian kiri dan kanan dengan tegalan, sementara bagian tengah dengan lahan berair.  Anak-anak sekolah TK dan SD, menganggap kondisi itu tidak terlalu memberatkan. Bagi mereka, isi tegalan bisa berupa satu rumah, satu pohon besar, satu orang, dan satu vas bunga. Bagi mereka isi tegalan yang luas itu cukup dengan objek-objek tadi. Tetapi bagi anak-anak kelas 5 dan 6 SD misalnya, apalagi remaja SMP dan SMA, mereka dibebani oleh 'keharusan' mengisi ruang dengan objek gambar yang "rasional". Beban inilah yang kerap dikeluhkan oleh anak-anak dan remaja yang sejak awal hanya bisa menggambar mengikuti pola "gunung kembar". Anak-anak yang pola pikir ruangnya telah mengikuti pola pikir teori gambar perspektif, di antaranya bisa mengatasi beberapa kendala pola gambar "gunung kembar" itu. Misalnya, mereka menemukan bahwa objek yang dekat dengan penggambar ukurannya lebih besar, sehingga bisa menutup sebagian ruang gambar. Sementara gambar objek lainnya yang jauh dari penggambar, dibuat dengan ukuran lebih kecil, dan sebagian terhalang objek yang lebih dekat posisinya. Objek disusun bersaf saling menghalangi.
            Adapun beban dalam pola gunung kembar yang perlu mendapat perhatian guru dan orang tua adalah beban berat yang dihadapi anak-anak ketika mereka telah sangat kuat terikat pola gambar "gunung kembar". Anak-anak menghadapi bidang gambar yang harus diisi begitu banyak objek (tuntutan rasio), sementara mereka memiliki keterbatasan imajinasi. Jalan keluar menghadapi permasalahan itu adalah mengenalkan pola perspektif objek, bahwa benda-benda yang ada di alam tidak berposisi sama semuanya.
            Kembali lagi pada gambar gunung kembar Budiaprillia nama mahasiswa peneliti ini, menemukan bahwa anak-anak PAUD ketika diajak menggambar kerap mengajukan sanggahan berupa kalimat: “Tak bisa menggambar Bu,”; “Gambar apa Bu?”; “Bagaimana caranya Bu?”; “Beri contohnya Bu!”; dan kalimat sejenisnya yang menunjukkan bahwa anak-anak kurang percaya diri. Guru PAUD biasa mengajar anak-anak dengan pola dikte. Anak-anak menggambar mengikuti tutorial guru langkah demi langkah. Misalnya, ketika menggambar bentuk burung, guru akan mengajak siswa mulai menggambar bulatan besar, kemudian bulatan kecil, dan seterusnya. Budiaprillia ingin mencoba mengubah pola ajar tadi dengan pola ajar lain yang diperkirakan bisa lebih efektif memberi pangalaman yang nyaman bagi anak-anak. Dia menemukan pola copy the master yang di dalam sejumlah sumber bacaan telah lama digunakan di dunia kesenirupaan Timur. Sebaliknya, dalam teori mengajar menggambar versi Barat pernah disebutkan bahwa kegiatan meniru adalah pembiasaan buruk yang tidak mendukung ajaran kreativitas bagi siswa. Intinya, teori pembelajaran seni rupa Barat dimotori dengan segala langkah kebebasan berekspresi, ajaran persuasif, hingga “pengharaman” kegiatan meniru. dan, teori Barat itulah yang kerap dijejalkan oleh dosen mata kuliah teori pendidikan seni rupa kepadanya. Sementara itu, metode copy the master sudah biasa juga diterapkan dalam pembelajaran bahasa, lebih khusus dalam penulisan puisi. Kondisi pembelajaran dengan pola copy the master, pada pertemuan kesatu dan kedua belum menampakkan perbedaan situasi yang mencolok bila dibandingkan dengan situasi pembelajaran pola dikte. Begitupun hasil gambar yang dibuat oleh masing-masing siswa (kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen). Tetapi pada pertemuan pembelajaran lanjutan, suasana kelas copy the master lebih hidup dan ramai dengan obrolan tentang materi gambar maupun ekspresi siswa. Gambar hasil peniruan pun mulai banyak berubah, lebih kaya dengan tambahan objek gambar sesuai dengan ekspresi siswa masing-masing. Berbeda dengan siswa kelompok kontrol, mereka tampak lebih “tertib, diam, dan sunyi” ketika menyelesaikan karya. Hasil gambar pun tampak kurang variatif, terutama dalam hal bentuk yang digambar. Gambar pola gunung kembar memang arketif gambar anak-anak Indonesia. Anak-anak berkebutuhan khusus dengan spesifikasi retardasi mental pun menggambar menggunakan pola yang sama dengan kebanyakan anak-anak normal. Berulangkali surfing mencari gambar anak-anak di luar Indonesia, hingga kini belum menemukan gambar dengan pola pemandangan dengan latar gunung kembar. Hal ini semakin jelas mengindikasikan bahwa gambar pola gunung kembar adalah ciri khas gambar anak-anak Indonesia.

Contoh gambar gunung kembar dengan aneka variasinya bisa dilihat dibawah ini.

















Sumber :
Suryana, Jajang, 2009. Fenomena Gambar Gunung Kembari. Dalamhttp://rupasenirupa.blogspot.co.id/2009/12/fenomena-gambar-gunung-kembar.html. Diakses pada tanggal 5 Juni 2017.
Suryana, Jajang. 2010. Beban Dalam Pola Gambar Gunung Kembar. Dalamhttp://rupasenirupa.blogspot.co.id/2010/01/beban-dalam-pola-gambar-gunung-kembar.html. Diakses pada tanggal 5 Juni 2017. 

Suryana, Jajang. 2015. Kembali Ke Gambar Gunung Kembar. Dalamhttp://rupasenirupa.blogspot.co.id/2015/08/kembali-ke-gambar-gunung-kembar.html. Diakses pada tanggal 5 Juni 2017.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Teknik Inkblot, Tarik Benang atau Tarikan Benang dan Fingers Painting Pertemuan Ke-3

Hasil Karya Montase dan Kolase